Education, Home

PERAN PENDIDIK MEMPERSIAPKAN PESERTA DIDIK MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

PERAN PENDIDIK MEMPERSIAPKAN PESERTA DIDIK MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Anastasia Juwita Rani

madelien.rani@gmail.com

Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Jakarta

Jl. Rawamangun Muka, RT.11/RW.14, Rawamangun, Pulo Gadung, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13220

 

Abstrak

Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan masuknya manufaktur ke dunia cyber dan Internet of Things. Hal ini menyebabkan perubahan pandangan yang menghasilkan Pendidikan 4.0 (Education 4.0). Pendidikan tersebut mengikutsertakan teknologi cyber dalam pembelajaran baik secara fisik maupun tidak Melalui Revolusi Industri 4.0, pendidik beralih fungsi dari sumber penyedia ilmu menjadi salah satu penyedia ilmu. Selain itu pendidik memiliki peran untuk meningkatkan kompetensi mengajarnya agar tidak tertinggal oleh zaman. Peningkatan kompetensi tersebut. Pendidik juga mempersiapkan peserta didiknya untuk dapat bersaing, memenuhi tuntutan-tuntutan keterampilan pada era Revolusi Industri 4.0, serta mengetahui penggunaan dan manfaat teknologi terkini untuk membuat inovasi.

Kata kunci: revolusi industri 4.0. pendidik, peserta didik, pembelajaran.

Pendahuluan

Pendidikan bukanlah suatu hal yang asing lagi di Indonesia. Pendidikan merupakan hal yang dibutuhkan setiap orang dan dialami setiap orang sepanjang hidupnya. Dalam kehidupan bernegara, pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam pengembangan negara. Pendidikan bahkan menjadi salah satu cara untuk meraih cita-cita bangsa Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pembukaan). Tanpa adanya pendidikan, manusia tidak dapat berkembang.

Pendidikan adalah usaha-usaha untuk memengaruhi peserta didik demi menumbuhkan dan mengembangkan potensi fisik dan rohaniah untuk menghadapi tugasnya secara mandiri dan masa depan (Ihsan, 2005). Usaha-usaha untuk memengaruhi tersebut dibawa dan dilaksanakan oleh pendidik. Pendidik adalah seseorang atau banyak orang yang diberikan tugas untuk mendidik, sehingga pendidik memiliki amanah untuk menyusun perencanaan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, menilai, dan membimbing peserta didiknya.

Revolusi Industri 4.0 yang tengah berkembang ditandai dengan masuknya manufaktur ke dunia cyber dan Internet of Things. Dengan masuk ke era Revolusi Industri 4.0, manusia harus bersaing dengan teknologi robotik dan AI (Artificial Intelligence) yang mulai menggantikan sumber daya manusia dalam kerja manufaktur.

Karena pergeseran tersebur, pendidik dituntut untuk dapat memberikan pendidikan yang sesuai di era Revolusi Industri 4.0. Selain itu, pendidik mempunyai kewajiban untuk memberikan perbekalan bagi peserta didiknya dalam bentuk pengembangan karakter agar menghasilkan lulusan yang cerdas dan berkarakter sehingga memiliki daya saing dengan teknologi di era Revolusi Industri 4.0.

Pendidik dapat meningkatkan daya saing dan kompetensi dengan mengubah metode pembelajaran yang selama ini digunakan, terutama di era Revolusi Industri 4.0 dimana cyber-physics menjadi pokok utama. Penggunaan teknologi terkini seperti AI yang terhubung internet dapat diikutsertakan dalam proses pembelajaran untuk mendapatkan akses pengetahuan yang lebih luas. Perkembangan zaman yang lebih maju menekankan peserta didik untuk memiliki ketrampilan, pengetahuan, dan kemampuan dibidang teknologi, informasi, dan media.

Fokus Permasalahan

Bagaimanakah peran pendidik dalam mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi era Revolusi Industri 4.0.

Kajian Pustaka

Revolusi Industri 4.0 dan Pendidikan 4.0

Saat ini, dunia serta Indonesia telah memasuki era revolusi industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 merupakan konsep yang diperkenalkan oleh seorang ekonom asal Jerman, Profesor Klaus Schwab dalam bukunya yang berjudul ‘The Fourth Industrial Revolution’ (Anonimus, 2018).

Revolusi Industri 4.0 berfokus pada interkonektivitas, otomatisasi, machine-learning, dan real-time data. Revolusi industri ini juga kerap disebut Industrial Internet of Things (IIoT) atau manufaktur pintar (smart manufacturing), mengkolaborasikan produksi fisik dan operasional dengan teknologi digital yang pintar, machine learning, dan data besar untuk menciptakan lingkungan koneksi yang lebih baik dan manajemen persediaan (EPICOR, 2019).

Revolusi Industri 4.0 tidak hanya mengubah konsep pekerjaan, strukturnya, serta kriteria dan kemampuan yang harus dimiliki seseorang dalam dunia kerja, melainkan juga mengubah pandangan terhadap pendidikan. Perubahan pandangan ini menghasilkan Pendidikan 4.0 (Education 4.0), yaitu istilah yang digunakan para ahli teori pendidikan untuk menjelaskan bermacam cara untuk mengikutsertakan teknologi cyber dalam pembelajaran baik secara fisik maupun tidak.

Hal ini merupakan pengembangan dari pendidikan sebelumnya yang merupakan Pendidikan 3.0, dimana ilmu, psikologi kognitif, dan teknologi pendidikan bertemu dalam teknologi berbasis web, perangkat lunak dan keras, aplikasi, serta segala hal yang berhubungan dengan electronic. Dalam pendidikan 3.0, pelajar telah menjadi digital native, yaitu seseorang yang lahir di era teknologi digital dan telah dapat menggunakan teknologi tersebut sejak usia dini). Sedangkan Pendidikan 4.0 menyelaraskan manusia dan mesin untuk mencari penyelesaian dan solusi atas berbagai permasalahan, yang diharapkan dapat menjadi inovasi-inovasi baru.

Dalam era pendidikan ini, pemerintah memiliki peran penting untuk menyediakan fasilitas yang memadai demi mendukung pengembangan pendidikan. KKN mengalami pergeseran makna menjadi Komunikasi, Kolaborasi, dan Networking. Penyediaan fasilitas tersebut berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan yang ada di Revolusi Industri 4.0 dan menjadi lulusan yang profesional sesuai dengan bidangnya dalam Revolusi Industri 4.0. Selain penyediaan fasilitas, literasi-literasi baru dikembangkan untuk membentuk pemahaman akan penggunaan teknologi-teknologi yang menjadi fasilitas tersebut. Pemerintah mengikuti tren perkembangan teknologi, menjadikannya tolak ukur untuk menangani pendidikan demi mencari metode pengembangan kognitif peserta didik dalam Revolusi Industri 4.0.

Selain pemerintah pendidik juga ikut berperan dalam mencari metode pengembangan kognitif peserta didik untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0. Pendidikan tidak lagi terbatas ruang kelas dan adanya bangunan untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, sehingga pendidik dituntut untuk meningkatkan kompetensi demi mengikuti perkembangan generasi milenial. Tugas pendidik adalah mengurangi dominasi pengetahuan dalam pendidikan dan beralih pada pengembangan karakter dan literasi sehingga tidak digantikan oleh mesin, akan tetapi dapat memanfaatkan teknologi yang ada untuk menghasilkan inovasi baru.

Metode pembelajaran disesuaikan dengan hadirnya empat hal yang menandai era Revolusi Industri 4.0, yaitu artificial intelligence, sistem cyber, kolaborasi manufaktur, dan super computer. Metode pembelajaran melibatkan teknologi cyber baik secara langsung, maupun tidak.

Pendidikan Formal

Pendidikan formal memiliki banyak definisi. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal I ayat 11, pendidikan formal adalah pendidikan yang terstruktur dan terjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Mahfoedz dan Suryani (2007) berpendapat bahwa seseorang dapat menjalani pendidikan formal dengan menempuh pendidikan SD, SMP, dan SMA. Berdasarkan Kepmendikbud Republik Indonesia Nomor 0306/U/1995

Pendidikan Nonformal

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat 12, pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang pelaksanaannya terstruktur dan berjenjang. Sedangkan Philip H. Coombs berpendapat bahwa pendidikan nonformal adalah segala kegiatan pendidikan yang dilaksanakan secara teroganisir diluar pendidikan formal baik yang berdiri sendiri maupun suatu bagian dari kegiatan yang luas dengan tujuan memberikan layanan pendidikan pada suatu target demi tercapainya tujuan-tujuan belajar (Joesoef, 1992).

Soelaman Joesoef (1992) menyatakan bahwa pendidikan formal adalah setiap bentuk kegiatan terarah diluar sekolah yang menyebabkan seseorang mendapatkan informasi, latihan, bimbingan, serta pengetahuan yang sesuai dengan usia dan kebutuhan hidup, dengan tujuan mengembangkan sikap, keterampilan, dan nilai-nilai sehingga peserta didik memiliki kemampuan yang lebih efisien dan efektif baik dilingkungan kerja maupun masyarakat.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan nonformal adalah segala jenis kegiatan diluar sekolah yang terorganisir dan berjenjang dimana peserta didik dilatih mendapatkan kemampuan serta mendapatkan informasi dan pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhannya untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

Pendidikan nonformal bersifat multipurpose, yaitu terdapat tujuan untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran tingkat dasar seperti pemahaman mengenai aksara, pengetahuan kewarganegaraan, pengetahuan alam, pengetahuan gizi dan kesehatan, serta keterampilan vokasional. Selain tujuan pemenuhan pembelajaran tingkat dasar, pendidikan nonformal juga bertujuan memberikan pendidikan lanjutan bagi para peserta didik yang telah menyelesaikan pembelajaran tingkat dasar untuk memperluas pendidikan dan nilai-nilai hidup sehingga manusia terisi oleh makna, etika, seni, dan nilai-nilai hidup lainnya (Abdulhak, 2012).

Peran Pendidik

Pendidik adalah seseorang yang memiliki tugas untuk mendidik. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Kependidikan Nasional Bab IX pasal 39 tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan, pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidik merupakan seseorang yang memiliki tugas untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, serta melakukan bimbingan dan pelatihan. Pendidik merupakan seseorang yang melakukan transfer ilmu kepada para peserta didiknya melalui pembelajaran-pembelajaran yang dilaksanakan, sehingga peran pendidik penting dalam peningkatan pembelajaran.

Peran pendidik menurut Ki Hajar Dewantara adalah ing ngarso sung tuladha (di depan memberikan contoh), ing madya mangun karsa (di tengah membangkitkan semangat belajar), tut wuri handayani (di belakang memberikan dorongan). Selain itu, pendidik memiliki kewajiban dan tuntutan seperti menguasai bahan yang akan diajarkan, memiliki kemampuan mengajar, dapat merencakan serta mengevaluasi suatu program atau bidang studi.

Metode

Metode yang digunakan adalah studi literatur teknik pengumpulan data yang berasal dari berbagai sumber dan diakumulasi untuk mendapatkan beragam informasi. Informasi yang didapat kemudian disusun untuk membentuk penyelesaian atas permasalahan yang disusun.

Hasil dan Pembahasan

Revolusi Industri 4.0 menimbulkan disrupsi yang besar bagi pendidikan karena akses informasi dan pengetahuan yang begitu mudah didapatkan bagi siapapun yang membutuhkannya. Disrupsi adalah pergantian sistem lama dengan sistem baru yang berbasis teknologi. Hal ini menyebabkan posisi pendidik sebagai penyedia ilmu utama bergeser menjadi salah satu penyedia ilmu, akan tetapi peran pendidik tidak dapat digantikan oleh teknologi. Namun, pendidik dituntut untuk terus mengasah dan meningkatkan kompetensinya. Kemampuan seorang pendidik seyogiyanya terus ditingkatkan sesuai dengan perkembangan zaman.

Peningkatan kompetensi ini bukan hanya untuk mempertahankan eksistensi pendidik, melainkan juga kewajiban pendidik menyiapkan peserta didiknya untuk memiliki karakter adaptif dengan perkembangan zaman, terutama di era Revolusi Industri 4.0 ini.

Era Revolusi Industri 4.0 menandai bahwa zaman telah mencapai abad-21. Abad-21 merupakan abad keterbukaan atau globalisasi, dimana terjadi perubahan-perubahan pada fundamental dari abad sebelumnya. Abad-21 menuntut adanya kualitas dalam usaha dan sumber daya manusianya dari lembaga-lembaga dengan pengelolaan profesional sehingga menghasilkan kualitas unggulan. Tuntutan yang ada pada abad-21 berupa kreativitas dalam berpikir, penyusunan konsep-konsep, serta tindakan-tindakan, oleh karena itu konteks pembelajaran di abad ke-21 berorientasi pada berpikir kritis, kerja sama, kreativitas, keterampilan dalam berkomunikasi, keterampilan karakter dan kemasyarakatan serta kemampuan teknik.

Pembelajaran dengan dalam era Revolusi Industri 4.0 harus memanfaatkan banyak aktivitas resource sharing dari sumber apapun, dimanapun, dan kapanpun, praktik dan implementasi dalam kehidupan nyata, serta menggunakan bahan virtual yang interaktif, menantang, dan kaya, bukan hanya lengkap. Kriteria pembelajaran tersebut menjadi tolak ukur untuk para pendidik dalam menentukan metode pembelajaran yang cocok untuk terapkan di era Revolusi Industri 4.0.

Metode pembelajaran yang tepat dalam era Revolusi Industri tidak lagi terbatas pada ruang kelas dan bukan lagi pengulangan informatif. Metode pembelajaran dalam era Revolusi Industri berorientasi pada keikutsertaan teknologi-teknologi masa kini dalam kegiatan belajar-mengajar; hal tersebut tidak hanya untuk pendidikan formal melainkan juga pendidikan nonformal. Blended-learning menjadi salah satu metode pembelajaran yang sesuai dalam era Revolusi Industri 4.0.

Blended Learning merupakan metode pembelajaran yang menggabungkan dua metode atau lebih untuk mencapai tujuan pembelajaran dan menciptakan lingkungan belajar yang optimal untuk peserta didik. Blended Learning menggabungkan metode pembelajaran tradisional (face to face) dan metode pembelajaran terkini yang menggunakan teknologi, media interaktif, dan berbagai aktivitas.

Selain pengubahan metode pembelajaran dan pengikutsertaan teknologi terkini oleh pendidik dalam pembelajaran, pendidik juga berperan sebagai pembimbing dan pelatih peserta didik dalam mencapai kompetensi yang dituntut oleh abad-21. P21 (Partnership for 21st Century Learning) membentuk framework pembelajaran abad-21, dimana peserta didik dituntut untuk memiliki keterampilan dalam bidang pengetahuan dan teknologi, informasi, dan media, keterampilan dalam pembelajaran serta inovasi, dan keterampilan berkarir dan hidup (P21, 2015).

Tuntutan tersebut berfungsi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional dalam bidangnya dan peran pendidik adalah membimbing peserta duduknya untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut. Selain itu, terdapat juga keterampilan yang diperlukan di abad-21. Keterampilan tersebut disingkat 4C; communication, collaboration, critical thinking and problem solving, dan creativity and innovation.

Kemampuan tersebut menjadi tagihan para pendidik; peserta didik yang memiliki sikap kritis, inovatif, kreatif, memecahkan masalah, dan pro-aktif, peserta didik yang mampu bekerja sama dan berkolaborasi, peserta didik yang mengerti cara hidup lobal dan lokal, dan peserta didik yang dapat menggunakan teknologi informasi dan jaringan digital terkini. Keterampilan tersebut dilatih oleh pendidik melalui pembelajaran yang berdasar pada kehidupan nyata serta pembelajaran dengan sistem berpikir kritis.

Penutup

Mengacu pada studi literatur yang dilakukan, berikut beberapa hal yang didapatkan:

  1. Revolusi Industri 4.0 menyebabkan banyak perubahan dalam pendidikan khususnya pencapaian yang harus dipenuhi oleh sumber daya manusia.
  2. Revolusi Industri 4.0 yang merupakan penanda abad-21 menekankan pada kualitas akan usaha dan sumber daya manusia.
  3. Pendidik tidak lagi menjadi sumber ilmu utama melainkan salah satu sumber ilmu dan dituntut untuk meningkatkan kompetensi pembelajarannya agar sejajar dengan perkembangan zaman serta menyiapkan peserta didiknya untuk memiliki keterampilan yang dituntut pada abad-21. Hal tersebut bertujuan agar peserta didik memiliki daya saing profesional dan dapat menggunakan teknologi yang ada dalam dunia kerjanya.
  4. Pendidik harus mengubah metode pembelajaran untuk menyesuaikan diri dengan Revolusi Industri 4.0 yang berorientasi pada kreativitas, berpikir kritis, inovatif, dapat bekerja sama dan berkolaborasi, memiliki pengetahuan yang luas, serta dapat memanfaatkan teknologi terkini untuk menghasilkan inovasi.
  5. Peran pendidik besar untuk melatih dan membimbing peserta didiknya menjadi sumber daya manusia yang dapat bertahan di era Revolusi Industri 4.0

Daftar Pustaka

Abdulhak, I. S. (2012). Penelitian Tindakan dalam Pendidikan Non Formal. Jakarta: PT Raja Grafindo Pustaka.

Anonimus. (2018, December 08). Metode Pembelajaran Pendidikan Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0. Retrieved from Prasetiya Mulya Business School: http://pmbs.ac.id/news/Metode_Pembelajaran_Pendidikan_Dalam_Menghadapi_Revolusi_Industri_4.0

EPICOR. (2019). Epicor Software Corporation. Retrieved from Epicor Software Corporation Web Site: https://www.epicor.com/en-us/resource-center/articles/what-is-industry-4-0/

Ghiffar, M., Nurisma, E., Kurniasih, C., & Bhakti, C. (2018). Model Pembelajaran Berbasis Blended Learning Dalam Meningkatkan Critical Thinking Skills Untuk Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Anak: Optimalisasi Peran Pendidik dalam Perspektif Hukum (pp. 85-94). STKIP Andi Matappa Pangkep.

Hewina, I. d. (2018). Penguatan Pendidikan Karakter Perspektif Islam dalam Era Milenial IR 4.0. Membangun Sinergitas dalam Penguatan Pendidikan Karakter pada Era IR 4.0. Jakarta .

Joesoef, S. (1992). Konsep Dasar Pendidikan Nonformal. Jakarta: Bumi Aksara.

Mahfoedz, I. S. (2007). Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Fitrayama.

Saat, S. (2015). Faktor-Faktor Determinan dalam Pendidikan. Jurnal Al-Ta’dib, Vol. 8 No.2, 1-17.

Siswanto, A. (2017). Pelaksanaan Program Rintisan Wajib Belajar 12 Tahun pada Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Bandung. Jurnal Hanata Widya, Vol. 6 No. 7, 55-65.

Sukartono. (n.d.). Revolusi Industri 4.0 dan Dampaknya terhadap Pendidikan di Indonesia. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Triyanto, E. A. (2013). Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Pemanfaatan Media Pembelajaran sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 1 No. 2, 226-238.

Refleksi Pancasila

Refleksi: Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Pada pertemuan kali ini, kami belajar mengenai Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu. Dalam kehidupan yang terus berkembang dan teknologi yang semakin maju, terdapat banyak hal yang masih belum dapat dijelaskan dengan logika dan masih banyak hal yang akan dipecahkan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini membuka peluang untuk terlanggarnya hukum-hukum dan batasan yang seharusnya tidak boleh dilewati.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Hal ini bertujuan untuk memberikan batas tersendiri agar manusia tidak melakukan berbagai hal yang dilarang hanya demi membuktikan ilmu pengetahuan.

Batas-batas tersebut sangat penting bagi kita agar tidak ‘kebablasan’ dan menimbulkan kekacauan dikemudian hari yang akan mengancam kemanusiaan dan iman.

Materi Pancasila, Pancasila

Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Ilmu pengetahuan adalah suatu perkembangan yang secara bertahap dapat merubah susunan pola kehidupan manusia ke arah yang lebih konkret dan berguna bagi proses hidup. Sejak masa Yunani Kuno, Abad Tengah, hingga Abad Modern saat ini ilmu pengetahuan selalu berkembang.

Melalui teori relativitas Einstein paradigma kebenaran ilmu sekarang sudah berubah dari paradigma lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalu membangun teori absolut dalam kebenaran ilmiah. Paradigma sekarang ilmu bukan sesuatu entitas yang abadi, bahkan ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu didasarkan pada kerangka objektif, rasional, metodologis, sistematis, logis dan empiris. Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas dari mekanisme keterbukaan terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntut mencari alternatif-alternatif pengembangannya melalui kajian, penelitian eksperimen, baik mengenai aspek ontologis, epistemologis, maupun ontologis. Karena setiap pengembangan ilmu paling tidak validitas (validity) dan reliabilitas (reliability) dapat dipertanggungjawabkan, baik berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan (context of justification) maupun berdasarkan sistem nilai masyarakat di mana ilmu itu ditemukan/dikembangkan (context of discovery).

Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar pilarnya, yaitu pilar ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite/saling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.

 

Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

1. Pancasila sebagai Dasar Nilai Dalam Strategi Pengembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi

Karena pengembangan ilmu dan teknologi hasilnya selalu bermuara pada kehidupan manusia maka perlu mempertimbangan strategi atau cara-cara, taktik yang tepat, baik dan benar agar pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat mensejahterakan dan memartabatkan manusia.

Dalam mempertimbangkan sebuah strategi secara imperatif kita meletakkan Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Pengertian dasar nilai menggambarkan Pancasila suatu sumber orientasi dan arah pengembangan ilmu. Dalam konteks Pancasila sebagai dasar nilai mengandung dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis. Dimensi ontologis berarti ilmu pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang tidak mengenal titik henti, atau ”an unfinished journey”. Ilmu tampil dalam fenomenanya sebagai masyarakat, proses dan produk. Dimensi epistemologis, nilai-nilai Pancasila dijadikan pisau analisis/metode berfikir dan tolok ukur kebenaran. Dimensi aksiologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam mengembangkan ilmu adalah sila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk itu ilmuwan dituntut memahami Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis, maka diperlukan suatu situasi kondusif baik struktural maupun kultural.

2. Strategi Pengembangan IPTEK Pancasila Sebagai Dasar Nilai

Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam Pancasila adalah sebagai berikut.

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara rasa dan akal. Sila ini menempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannya dan bukan pusatnya.

2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab

Memberi arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok, lapisan tertentu.

3. Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem. Solidaritas dalam sub-sistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak mengganggu integrasi.

4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian sampai penerapan massal.

5. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menekankan ketiga keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran, bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diri seseorang pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya.

Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi:

1. pengembangan iptek diarahkan untuk mencapai kebahagian lahir batin, memenuhi kebutuhan material dan spiritual

2. pengembangan iptek mempertimbangkan aspek estetik dan moral

3. pengembangan iptek pada hakekatnya tidak boleh bebas nilai tetapi terikat pada nilai-nilai yang berlaku di masyarakat

4. pembangunan iptek mempertimbangkan akal, rasa dan kehendak

5. pembangunan iptek bukan untuk kesombongan melainkan untuk peningkatan kualitas manusia, peningkatan harkat dan martabat manusia

Sumber: https://ubaidillahalhakami.blogspot.co.id/2016/02/makalah-pancasilasebagai-dasar-nilai.html?m=1

http://blognyafares.blogspot.co.id/2016/02/pancasila-sebagai-pengembangan-ilmu.html?m=1

 

 

Refleksi Pancasila

Refleksi Mata Kuliah Pancasila

Mata kuliah Pancasila dimulai pertama kali pada tanggal 11 September 2017 dengan waktu pada hari Senin jam ke 5 di GDS. Saat itu juga kami pertama kali dipertemukan dengan Pak Abdul selaku dosen mata kuliah Pancasila. Kami membahas mengenai peraturan dan tata tertib selama kami menjalani mata kuliah Pancasila.

Diantaranya, kami akan mempelajari beberapa sub-bab seperti Urgensi Pendidikan PancasilaSejarah Pancasila, Pancasila sebagai Dasar Negara, Pancasila sebagai Ideologi Negara, Pengenalan Filsafat, Filsafat Pancasila, Pancasila sebagai Etika, dan Pancasila sebagai Pengembangan Ilmu.

Semua bab tersebut dipelajari dengan cara-cara yang diluar dugaan dan tepat mengenai sasaran bagi kami yang mendengarnya. Materi yang dibawakan memang kompleks, tapi dengan pembawaan Pak Abdul, materi tersebut dapat dipelajari dengan lebih ringan. Dari mata kuliah ini kami juga menemukan bahwa Pancasila merupakan sebuah dasar yang dibuat dengan memperhatikan dengan seksama dan memahami kehidupan bangsa Indonesia.

Pancasila dibuat sedemikian rupa agar sesuai dengan kehidupan bangsa Indonesia yang telah lekat dengan agama dan menjadikan agama sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari dan pengambilan keputusan. Pancasila merupakan dasar segala hukum yang ada di Indonesia. Pancasila merupakan idenditas bangsa Indonesia yang hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Melalui Pancasila, tatanan kehidupan masyarakat dapat diatur tanpa harus bertentangan dengan agama dan kepercayaan masing-masing karena Pancasila mengayomi semuanya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Pancasila merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dari Indonesia dan semoga dengan kesadaran ini, kami semakin menghargai dan memahami Pancasila.

Refleksi Pancasila

PK

1418915065_makign-char-kadam-pk.jpg

Sutradara :  Rajkumar Hirani
Penulis     :  Hirani

Abhijat Joshi

Pemeran   :  Aamir Khan

Anushka Sharm

Sushant Singh Rajput

Boman Irani

Saurabh Shukla

Sanjay Dutt

Genre        :  Drama, Komedi

Rilis           : 19 Desember 2014

Negara       : India

 

Film drama komedi dari India yang berjudul PK ini sukses mencuri perhatian masyarakat dan menjadi film India terlaris pada tahun 2014. Film yang berdurasi sekitar 2 jam ini menceritakan tentang kisah seorang alien yang datang ke bumi untuk penelitian. Dia bertemu dengan seorang jurnalis cantik dan mempertanyakan tentang dogma agama. Alien tersebut bernama Peekay, ia datang ke bumi dengan kalung pemancar sinyal untuk membawa Peekay kembali ke planetnya. Secara fisik, alien ini sama dengan manusia, yang berbeda adalah alien tidak berkomunikasi.

Masalah dimulai ketika kalung Peekay dicuri oleh orang. Dia kebingungan dan mulai mencari kalungnya dengan cara beradaptasi dan belajar apa yang dilakukan oleh manusia. Kepolosan dari Peekay ini sukses membawa tawa penonton. Peekay ditabrak oleh mobil saat ia dikejar oleh sekumpulan orang karena ulah konyolnya. Dari tabrakan tersebut, ia bertemu dengan saudagar kaya dan ia mencoba belajar berkomunikasi dengan memegang tangan seorang wanita selama 6 jam. Alhasil, ia bisa berkomunikasi dan menceritakan tujuannya datang ke bumi. Kalungnya telah hilang dan saudagar menyarankan untuk mencari kalungnya di Delhi.



Pada saat pertemuan ke-10, kami diberikan tontonan berupa film komedi India dengan judul PK atau Peekay. Pak Abdul mengenalkan film ini pada kami dan menurut saya ini adalah film yang bagus dan layak untuk ditonton. Film ini mengangkat kisah seorang alien yang singgah di bumi untuk melakukan penelitian dan hanya dapat pulang dengan kalung yang ia punya sebagai alat komunikasi ke planetnya. Namun, kalung itu dicuri dan ia berusaha mendapatkannya kembali dengan mencoba mencarinya hingga ke Delhi. Disana, alien tersebut atau Peekay bertemu dengan seorang wanita yang mempelajari teologi yang kemudian membantunya.

Film ini memang bergenre komedi dan sedikit romansa, tapi pesan yang diangkat oleh film ini sangat berkesan. Pesan-pesan tersebut berhubungan dengan agama dan kepercayaan serta keyakinan dengan apa yang kita yakini. Ada hubungannya juga dengan pencarian untuk menemukan jawaban dan dukungan serta membangun kepercayaan pada sesuatu yang tidak pernah kita lihat. Memang sulit, tapi Peekay menunjukkan bahwa semuanya itu baik dan memiliki artinya tersendiri.

Kelebihan dari film ini ialah,pikiran penonton lebih terbuka dan kritis tentang paham agama. Banyak pemuka agama yang mengajarkan aliran sesat dan moral dari film ini kita diajak untuk tidak menjelek-jelekkan dan menghakimi agama yang lain. Tidak ada agama yang paling benar atau agama yang salah. Semua agama baik tujuannya.

Kritik sosial agama dengan sentuhan komedi mampu mencairkan suasana. Alur cerita yang maju mundur ini mampu membuat penonton tertawa dan menangis.

Sumber: https://creativewritingumng8.wordpress.com/2016/10/15/resensi-film-pk/

Gallery

Hanahaki Disease

vintage-flowers-13.jpg

Hanahaki Disease (花吐き病 (Japanese); 하나하키병 (Korean); 花吐病 (Chinese)) is a fictional disease where the victim coughs up flower petals when they suffer from one-sided love. It can be cured through surgical removal, but when the infection is removed, the victim’s romantic feelings for their love also disappear.

The trope was popularized in East Asian fandoms (Korean, Japanese, Chinese) before it was used by Westerners.

There are many ways this trope is used. The happy ending version is when the object of the victim’s love returns their affections, thus making the love no longer unrequited. The victim is then cured of the disease.

The most common version is when the victim’s lungs get filled with the flowers and their respiratory system grows roots. They choke on their own blood and petals, and die. Its popularity is due to the angst that comes with the character death. Another version is when the flowers are surgically removed, as are the victim’s feelings of love, meaning they can no longer love the person they once loved. Sometimes this also removes the victim’s ability to ever love again.

Many artists and authors tend to use cherry blossoms as the flower of the petals that characters cough up. Flower symbolism is also popular in western fandom.

Origins

The term hanahaki comes from the Japanese words hana (花), which means “flower“, and hakimasu (吐きます), which means “to throw up“.

The Hanahaki Disease trope was popularized with the Japanese shoujo manga,「花吐き乙女」(Hanahaki Otome), or The Girl Who Spit Flowers by Naoko Matsuda (松田奈緒子), which was released in 2009. The symptoms of the disease are summarized to strong pain, having hearts blooming in the heart and lungs, and then throwing them up.

However, among East Asian (Japanese and Korean especially) fans and creators, the concept of flower regurgitation due to unrequited love dates prior to Hanahaki Otome’s release. Its true origins are currently unknown.

lilac-flowers-20190-20699-hd-wallpapers.jpg

Source: https://fanlore.org/wiki/Hanahaki_Disease

Gallery

Violet Evergarden

violetevergardenvisual

Violet Evergarden (ヴァイオレット・エヴァーガーデン Vaioretto Evāgāden) is a Japanese light novel series written by Kana Akatsuki and illustrated by Akiko Takase. It won the grand prize in the fifth Kyoto Animation Award’s novel category in 2014, the first ever work to win a grand prize in any of the three categories (novel, scenario, and manga). Kyoto Animation published the first light novel on December 25, 2015 under their KA Esuma Bunko imprint. An anime television series adaptation by Kyoto Animation will premiere in January 2018, with several advanced screenings taking place in 2017.

evergarden-1.jpg

evergarden2.jpg

Materi Pancasila, Pancasila

Etika Pancasila

923c1bc5c0c68c01c490591ba10c527f-d4hyxkf

Pengertian Etika
Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang artinya watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin, mos yang jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan moral memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari dua kata ini digunakan secara berbeda. Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada (Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa Arab, padanan kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamak khuluk yang berarti perangai, tingkah laku atau tabiat (Zakky, 2008: 20.)
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang dan bagaimana kita dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah- masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, ”baik” dan “buruk”.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
  1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
  2. Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.

 

Etika Pancasila

Etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas masalah baik dan buruk. Ranah  pembahasannya   meliputi   kajian  praktis dan refleksi filsafat atas moralitas secara normatif. Kajian praktis menyentuh moralitas sebagai perbuatan sadar yang dilakukan dan didasarkan pada norma-norma masyarakat yang mengatur perbuatan baik (susila) dan buruk (asusila). Adapun refleksi filsafat mengajarkan bagaimana tentang moral filsafat mengajarkan bagaimana tentang moral tersebut dapat dijawab secara rasional dan bertanggung jawab.

Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentanan dengan nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila, meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya juga nilai-nilai yang bersifat universal dapat diterima oleh siapa pun dan kapan pun. Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.

Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun. Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.

Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan. Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk. Misalnya pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain

Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai Kemanusiaan Pancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. 
Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas “dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep hikmah/kebijaksanaan.
Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak.
Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. 
Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-lain.
Etika Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Berdasarkan Pancasila

Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat ini bertujuan untuk :

  1. Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek.
  2. Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
  3. Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Dalam Tap. MPR No. VI/MPR/2002 diuraikan etika kehidupan berbangsa adalah sebagai berikut:

  1. Etika sosial dan budaya
  2. Etika politik dan pemerintahan
  3. Etika ekonomi dan bisnis
  4. Etika penegakan hukum yang berkeadilan
  5. Etika keilmuan
  6. Etika lingkungan.

 

Etika Sosial dan Budaya

Etika Sosial dan Budaya ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan saling menolong di antara manusi dan warga bangsa. Sejalan dengan itu, perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Untuk itu, juga perlu ditumbuhkembangkan kembali budaya keteladanan yang harus di wujudkan dalam perilaku para pemimpin, baik formal maupun informal pada setiap lapisan masyarakat. Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan menggugah, menghargai, dan mengembangkan budaya nasional yang bersumber dari budaya daerah agar mampu melakukan adaptasi, interaksi dengan bangsa lain, dan tindakan proaktif sejalan dengan tuntutan globalisasi. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 201).

 

Etika Politik dan Pemerintahan

Etika Politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bericirikn keterbukaan, rasa tanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar; serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa.

Etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakkannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya. (Ibid, Ngadino Surip dkk, 2015: 202).

 

Etika Ekonomi dan Bisnis

Etika Ekonomi dan Bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi dan bisnis, baik oleh perorangan, institusi, maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yan bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambugan. (Ibid, Ngadino Surip dkk, 2015: 203)

 

Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan, dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. (Ibid, Ngadino Surip dkk, 2015: 204).

 

Etika Keilmuan

Etika Keilmuan dimaksudkan untuk menjujukan tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya.

Etika Keilmuan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan waktu, disiplin dalam berpikir dan berbuat, serta menapati janji dan komitmen diri untuk mencapai hasil yang terbaik, mendorong tumbuhnya kemampuan menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan dalam kehidupan, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, mampu menumbuhkan kreativitas untuk penciptaan kesempatan baru, dan tahan uji serta pantang menyerah. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 204).

 

Etika Lingkungan

Etika Lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruang secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. (Ibid, Ngadino Surip, dkk, 2015: 205).

 

Pengamalan Nilai-nilai Pancasila dalam Beretika di Kehidupan Sehari-hari

Dalam sejarah bangsa Indonesia, Pancasila telah terbukti ketangguhannya. Pancasila mampu mempertahankan keutuhan dan persatuan bangsa Indoneisa. Kita tentu telah mengetahui nilai-nilai juang dalam perumusan Pancasila dan telah memahami jerih payah para tokoh pejuang dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara. Tentu nya kita sebagai warga negara republik Indonesia bangga karena memiliki dasar negara yang sangat kokoh dan kuat. Pancasila merupakan perceminan jiwa kebangsaan Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sangatlah luhur.

Pancasila dirancang sedemikian rupa sesuai kepribadian bangsa Indonesia. Segenap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara terangkum didalamnya. Haruslah kita dapat meresapi nilai-nilai Pancasila secara utuh. Nilai-nilai yang melatarbelakangi terwujudnya Pancasila pun sangat mulia. Pancasila bukanlah hal yang remeh dan sepele. Pancasila adalah dasar negara, landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila tidak cukup dihafalkan dan dibaca setiap upacara bendera, namun juga menghayati nilai-nilai Pancasila dan selanjutnya dapat menunjukkannya dalam tindakan nyata. Pancasila tidak akan memiliki makna tanpa pengamalan. Pancasila bukan sekedar simbol persatuan dan kebanggaan bangsa. Tetapi, pancasila adalah acuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna bahwa Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama. Dan bertoleransi dalam beragama, yakni saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
  2. Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia berdasarkan atas Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai dengan adab dan norma yang berlaku di masyarakat.
  3. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia adalah satu yakni satu bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah air. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rela berkorban demi bangsa dan negara. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
  4. Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan keputusan hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan hanya mementingkan segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan anarkisme. tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Melakukan musyawarah, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
  5. Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung maksud bahwa  setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan. mengandung arti bersikap adil terhadap sesama, menghormati dan menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat. Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama menurut potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata. Penghidupan disini tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan dalam hal mengenyam pendidikan.

 

Gambar by https://firnadi.deviantart.com/art/The-Mighty-Garuda-272047983

Sumber:

http://segallaada.blogspot.co.id/2015/04/etika-pancasila.html

http://septistarr.blogspot.co.id/2016/06/etika-pancasila.html

http://dyazayuu98.blogspot.co.id/